Breaking News

about

Blogger news

ASSALAMUALAIKUM.. SALAM SIPIL SEMUANYA.. SEMOGA BLOG INI BERMANFAAT

Selasa, 24 Juni 2014

BIOGAS DARI ECENG GONDOK

1.Pendahuluan
1.1. Latar Belakang Masalah
Eceng gondok (Eichornia crassipes) merupakan tanaman gulma di wilayah perairan yang hidup terapung pada air yang dalam atau mengembangkan perakaran di dalam lumpur pada air yang dangkal. Eceng gondok berkembangbiak dengan sangat cepat, baik secara vegetatif maupun generatif. Perkembangan dengan cara vegetatif dapat melipat ganda dua kali dalam waktu 7-10 hari. Hasil penelitian Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Sumatera Utara di Danau Toba (2003) melaporkan bahwa satu batang eceng gondok dalam waktu 52 hari mampu berkembang seluas 1 m persegi. Heyne (1987) menyatakan bahwa dalam waktu enam bulan pertumbuhan eceng gondok pada areal 1ha dapat mencapai bobot basah sebesar 125 ton.
Perkembangbiakannya yang demikian cepat menyebabkan tanaman eceng gondok telah berubah menjadi tanaman gulma di beberapa wilayah perairan Indonesia. Di kawasan perairan danau, eceng gondok tumbuh pada bibir-bibir pantai sampai sejauh 5-20 meter. Perkembangbiakan ini juga dipicu oleh peningkatan kesuburan di wilayah perairan danau (eutrofikasi), sebagai akibat dari erosi dan sedimentasi lahan, berbagai aktivitas masyarakat(mandi, cuci, kakus), budidaya perikanan(keramba jarring apung),limbah transportasi air, dan limbah pertanian.
Pertumbuhan enceng gondok yang sangat cepat juga menimbulkan berbagai masalah, antara lain mempercepat pendangkalan sungai atau danau, menurunkan produksi ikan, mempersulit saluran irigasi, dan menyebabkan penguapan air sampai 3 sampai 7 kali lebih besar daripada penguapan air di perairan terbuka (Soemarwoto, 1977), sedangkan Oshawa dan Risdiono (1977) menyatakan bahwa kehilangan air di Rawa Pening karena penguapan oleh enceng gondok, 4 kali lebih besar daripada penguapan air pada perairan terbuka. 
Namun, dibalik berbagai efek negatif yang diberikan oleh eceng gondok. Sebenarnya, tumbuhan ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku biogas. Biogas atau gas bio merupakan salah satu jenis energy yang dapat dibuat dari banyak jenis bahan buangan dan bahan sisa, semacam sampah, kotoran ternak, jerami, eceng gondok, serta banyak bahan-bahan lainnya lagi. Pendeknya, segala jenis bahan yang dalam istilah kimia termasuk senyawa organik, entah berasal dari sisa dan kotoran hewan ataupun sisa tanaman, dapat dijadikan bahan biogas (Suriawirira dan unus, 2002)
Pemilihan biogas sebagai sumber energy alternatif didasari pada keunggulan yang dimilikiya, yaitu:
1. menghasilkan gas yang digunakan untuk kebutuhan sehari-hari 
2. kotoran yang telah digunakan untuk menghasilkan gas dapat digunakan sebagai pupuk organik yang sangat baik. 
3. Dapat mengurangi kadar bakteri pathogen yang terdapat dalam kotoran yang dapat menyebabkan penyakit bila kotoran tersebut ditimbun begitu saja.
4. Yang paling utama adalah dapat mengurangi permasalah penanggulangan menjadi sesuatu yang bermanfaat.(Ihwan,2003) dalam hal ini gulma seperti eceng gondok juga dapat digunakan sebagai bahan baku.
Akibat penguraian bahan organik yang dilakukan jasad renik seperti mikroba, baik jamur maupun bakteri, maka akan terbentuk zat atau senyawa lain yang lebih sederhana diantaranya yaitu berbentuk gas methan(CH4). 
1.2. Rumusan Masalah
1.Bagaimanakah mekanisme proses pembuatan biogas dengan berbahan baku Eceng gondok?
2.Berapa besarkah efisiensi gas methan yang dihasilkan oleh biogas berbahan baku eceng gondok jika dibandingkan dengan biogas berbahan baku kotoran hewan memamah biak dan dari tumbuhan lain?
3.Bagaimanakan ketersediaan jumlah bahan baku eceng gondok jika dibandingkan dengan ketersediaan kotoran hewan memamah biak ?
1.3.Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan karya ilmiah ini adalah untuk mempelajari potensi dari pemanfaatan gulma eceng gondok sebagai bahan baku biogas. Sehingga, tidak hanya memelihara keseimbangan ekosistem air tapi juga dapat menjadi sumber energy altrnatif pengganti bahan bakar fossil yang semakin menipis, serta ramah lingkungan.
1.4.Manfaat Penulisan
Manfaat penelitian ini ditujuakan kepada pemerintah, masyarakat, dan individu.
1.Bagi Pemerintah
Dapat memberikan masukan untuk mendapatkan sumber energy alternatif lain dalam hal ini biogas berbahan baku eceng gondok. Serta memberikan masukan terhadap solusi pengangan gulma eceng gondok pada peraitan.
2.Bagi Masyarakat
Membantu masyarakat disekitar aliran air sungai atau danau yang terserang gulma eceng gondok untuk memanfaatkan gulma ini guna meningkatkan pengetahuan mengenai sumber energy lain dalam bentuk biogas berbahan baku eceng gondok.
3.Bagi Penulis
Tulisan ini diharapkan dapat menumbhkan semangat untuk menemukan ide-ide kreatif berkaitan dengan pengembangan sumber-sumber energy alternative terbarukan serta dalam menyelesaikan berbagai permasalahan yang berkaitan dengan lingkungan hidup. 

2.TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Eceng gondok (Eichornia crassipes)
Eceng gondok atau Eichornia crassipes adalah salah satu gulma air yang banyak ditemukan diperairan Indonesia, misalnya waduk, saluran irigasi, selokan dan kolam. Menurut laporan National Academy of Science di Amerika (1979), dari satu kilogram eceng gondok kering dihasilkan sekitar 370 liter biogas. Produksi biogas dari eceng gondok dipengaruhi oleh tingkat pencemaran suatu perairan tempat eceng gondok tumbuh. Semakin tinggi tingkat pencemaran air yang ditumbuhi eceng gondok, semakin besar biogas yang dihasilkan(Wolverton,et,al,1975).
Biogas diperoleh dari hasil penguraian eceng gondok tanpa oksigen (anaerob digestion). Eceng gondok yang mengandung kadar air yang besar di dalam tubuhnya yaitu sekitar 90 % merupakan suatu kuntungan dalam memanfaatkan sebagai sumber biogas melalui proses peragian(Fermentasi) dengan bantuan bakteri metan disamping angka rasio kandungan senyawa karbon dan nitrogen yang tinggi yakni 30-35 (National Academy of Science di Amerika,1979). Sedangkan menurut Abdullah (1997) menyatakan bahwa ratio C dan N eceng gondok yang belum difermentasi ialah 35,04 dengan kandungan N sebesar 1,02 %.
Eceng gondok berkembangbiak dengan sangat cepat, baik secara vegetatif maupun generatif. Perkembangan dengan cara vegetatif dapat melipat ganda dua kali dalam waktu 7-10 hari. Hasil penelitian Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Sumatera Utara di Danau Toba (2003) melaporkan bahwa satu batang eceng gondok dalam waktu 52 hari mampu berkembang seluas 1 m persegi. Heyne (1987) menyatakan bahwa dalam waktu enam bulan pertumbuhan eceng gondok pada areal 1ha dapat mencapai bobot basah sebesar 125 ton.
2.2.Biogas
Biogas adalah dekomposisi bahan organik secara aerob(tertutup dari udara bebas) untuk menghasilkan suatu gas yang sebahagian besar berupa metan(yang memiliki sifat mudah terbakar) dan karbondioksida. Gas yang terbentuk disebut gas rawa atau gas bio.proses dekomposisi anaerob dibantu oleh sejumlah mikroorganisme, terutama bakteri metan. Disamping itu terdapat gas-gas lain yang komposisinya dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel1. Komposisi dan Persentase Jumlah Gas Bio
Jenis gas Jumlah(%)
Methan (CH4) 54-70
Karbon Dioksida (CO2) 27-54
Nitrogen(N2) 0,5-2
Karbon Monoksida (CO) 0,1
Oksigen (O2) 0,1
Hydrogen Sulfida (H2S) Sedikit sekali
Sumber:Hadi (1980)
Gas methan (CH4) adalah komponen penting dan utama dari gas bio karena merupakan bahan bakar yang berguna dan memiliki nilai kalor yang cukup tinggi mempunyai sifat tidak berbau dan tidak berwarna. Jika gas yang dihasilkan dari proses fermentasi anaerobic ini dapat dibakar, berarti mengandung sedikitnya 45% gas metan. Untuk gas metan murni mempunyai nilai kalor 8900 kkal/m3. Ketika dibakar 1 ft3 gas bio menghasilkan sekitar 10 BTU (2,25 kkal) energy panas per persentase komposisi metan(Harahap,1978).
Gas metan(CH4) yang merupakan komponen utama dari gas bio yang berguna karena mempunuai nilai kalor yang cukup tinggi, yaitu sekitar 4800 kkal/m3. Disebabkan kalorinya cukup tinggi itulah gas bio dapat digunakan untuk penerangan, memasak, menggerakkan mesin dan sebagainya. Komposisi berbagai jenis gas yang dihasilkan dari kotoran sapi dan campuran sisa pertanian pada tabel berikut.
Tabel 2.komposisi gas bio (%)antara kotoran sapi dan kotoran ternak dengan sisa pertanian.
jenis gas Biogas
kotoran sapi(%) campuran kotoran dan sisa pertanian(%)
Methan(CH4) 65,7 54-70
Karbondioksida(CO2) 27,0 45-27
Nitrogen(N2) 0 0.5-3.0
Oksigen(O2) 0,1 6.0
Propena(C3H8) 0,7 -
Hidrogen sulfide(H2s) - Sedikit sekali
Nilai Kalor 6513 kkal/m3 4800-6700 kkal/m3
Sumber:Harahap,1978

Gambar : Eceng Gondok

2.2.Limbah Pertanian sebagai Penghasil Biogas
pada mulanya gas bio banyak dibuat dari kotoran hewan dan manusia, namun sekarang mulai terlihat kecenderungan untuk memanfaatkan limbah pertanian dan buangan kota sebagai bahan bakunya(Hobson and Summer,1983).
Limbah pertanian dapat didefenisikan sebagai limbah yang berasal dari kegiatan pertanian dalam arti luas meliputi pertanian, peternakan, perikanan, serta kehutanan. Dengan batasan pengerttian terntang limbah maka ruang lingkup limbah pertanian dimulai dari kegiatan budidaya, pemanenan, distribusi, penyimpanan, hingga ke limbah pengolahan hasilnya. Berbagai contoh limbah padat pertanian antara lain yaitu:
1. jerami dan sekam
2. sisa batang tanaman dan tongkol jagung
3. serbuk gergaji kayu
4. sisa sortasi pengolahan ikan dan hasil laut lainnya
5. kotoran kandang dan sisa pakan unggas.
(Sabdo,2006)
Gas bio merupakan salah satu jenis energy yang dapat dibuat dari banyak jenis bahan buangan dan sisa, semacam sampah, kotoran ternak. Jerami, eceng gondok, serta banyak bahan-bahan lainnya lagi. Pendeknya, segala jenis bahan yang dalam istilah kimia termasuk senyawa organik, entah berasal dari sisa dan kotoran hewan ataupun sisa tanaman, dapat dijadikan bahan biogas(Suriawirja dan Unus, 2002).
Bahan baku yang memproduksi gas metan bisa berasal dari semua bahan organik, baik yang berwujud padat, maupun cair, kecuali bahan organik senyawa hidrokarbon tinggi seperti plastic, karet, juga lilin. Bahan yang mudah dicerna banyak mengandung selulosa seperti jerami, padi,rumput-rumputan dan sebagainya. Sedangkan bahan yang banyak mengan dung lignin sukar dicerna. Bahan yang memiliki kadar air tinggi lebih mudah untuk dicerna (Sianturi,1990.
2.3.Faktor-faktor yang Memengaruhi Pembentukan Biogas
Pembentukan biogas dipengaruhi oleh beberapa factor antara lain:
2.3.1.Rasio Karbon-Nitrogen(C/N)bahan baku isian
Rasio C/N adalah perbandingan kadar karbon(C)dan kadar Nitrogen(N)dalam suatu bahan. Semua makhluk hidup terbuat dari sejumlah besar bahan karbon(C) dan Nitrogen(N) dalam jumlah kecil. Untuk menjamin semuanya berjalan lancar. Unsur-unsur nutrisi yang dibutuhkan mikroba harus tersedia secara seimbang. Dalam pertumbuhan mikroba yang optimum biasanya dibutuhkan perbandingan unsur C:N:P sebear 100:2,5:0,5 (Yuwono).
Imbangan karbon dan nitrogen yang terkandung dalam bahan organik sangat menentukan kehidupan dan aktivitas mikroorganisme perombak adalah 25-30. Kotoran (Feses dan Urine) sapi perah mempunyai kandungan C/N sebesar 18. Karena itu perlu ditambah dengan limbah pertanian lain yang memiliki C/N yang tinggi (lebih dari 30)(Simamora,dkk,2006)
Unsure karbon dan bahan organik(dalam bentuk karbohidrat) dan nitrogen (dalam bentuk protein,asam nitrat,amoniak,dll), merupakan makanan pokok bagi bakteri anaerobic. Unsure karbon(C) digunakan untuk energy dan unsure nitrogen(N) untuk membangun sel dan bakteri. Bakteri memakan habis unsure karbon 30 kali lebih cepat dari memakan unsure N. oleh karena itu perbandingan C dan N (C/N) yang paling baik adalah 30. 
Tabel. Perbandingan C/N dan presentase berat kering unsure N dari beberapa jenis kotoran hewan dan bahan tambahan
Jenis bahan Perbandingan C/N N berat kering (%)
Manusia 6-10 6,0
Ayam 15 6,3
Kambing 25 3,8
Babi 25 3,8
Kuda 25 2,3
Sapi/kerbau 18 1,7
Rumput muda 12 4,0
Sayuran(bukan kacang-kacangan) 11-19 2,5-4,0
Jerami gandum/padi 120 0,5
Serbuk gergaji 200-500 0,1
Sumber : Wulandari (2006)
2.3.2.kadar air
Kadar air bahan yang terkandng dalam bahan yang digunakan, juga seperti rasio C/N harus tepat. Jika hasil biogas dihaparkpkan sesuai dengan persyaratan yang berlaku, maka bahan yang digunakan berbentuk kotoran kering dicampur dengan sisa rumput bekas makanan atau dengan bahan lainnya yang juga kering, maka diperlukan penambahan air(Indri Veslina Harahap.2007)
Tapi berbeda kalau bahan yang digunakan berbentuk lumpur selokan yang sudah terkandung bahan organik tinggi, semisal dari bekas dan sisa pemotongan hewan yang dicampur dengan sampah. Dalam bahannya sudah terkandung air, sehingga penambahan air tidak akan sebanyak bahan yang kering. Air berperan penting dalam proses biologis pembuatan biogas. Artinya jangan terlalu banyak (berlebihan) juga jangan terlalu sedikit(Indri Veslina Harahap.2007)
2.3.3.Derajat keasaman
PH berpengaruh terhadap pertumbuhan dan aktivitas mikroba. Organism-organisme metan sangat sensitive trhadap perubahan pH dan paling efisien dalam batas-batas pH yang berkisar antara 6,4-7,8. Dalam prakteknya pembatasan pH yang sempit ini tidaklah selalu mungkin, tetapi harus ditekankan bahwa pH 6 dan diatas pH 8 kecepatan perkembangan organism merosot dengan sangat pesat. Untuk mencegah penurunan pH pada awal pencernaan dan mendaga pH pada kisaran yang dibutuhkan, maka perlu ditambahkan larutan kapur(Ca(OH)2) atau kapur (CaCO3) sebagai buffer (Mahida,1993).
2.3.4.Lama Fermentasi
Produksi biogas sudah terbentuk sekitar 10 hari. Setelah 10 hari fermentasi sudah terbentuk kira-kira 0,1-0,2 m3/kg dari berat bahan kering. Peningkatan penambahan waktu fermentasi dari sepuluh hari hingga 30 hari meningkatkan produksi biogas sebesar 50% (Hadi.1990)
Pada hari ke-30 fermentasi biogas yang terbentuk mencapai maksimal. Dan setelah 30 hari fermentasi terjadi penurunan jumlah biogas (Sembiring.2004)
2.3.5.Cairan pemula/Starter
Cairan pemula diperlukan untuk mempercepat proses perombakan bahan organik hingga menjadi biogas. starter ini harus mengandung bakteri metan yang disebut starter. Starter yang dapat digunakan dikenal dengan tiga macam, yaitu:
1. starter alami: sumber berasa dari lingkungan sekitar yang diketahui mengandung kelompok bakteri metan, seperti lumpur aktif, timbunan sampah lama, timbunan kotoran ruminansia, dll.
2. Starter semi buatan: kalau sumber berasal dari tabung pembuat biogas yang diharapkan kandungan bakteri metannya dalam sedia aktif.
3. Starter buatan:kalau sumbernya sengaja dibuat, baik dengan media alami maupun media buatan, sedangkan bakteri metannya dibiakkan secara laboratorium.
Pada pemasukan pertama diperlukan lumpur kotoran sapi dalam jumlah yang banyak. Untuk membangkitkan proses fermentasi bakteri anaerob pada pengisian pertama ini perlu ditambahkan starter(berupa starter komersia yang banyak dijual dipasaran) sebanyak 1 liter atau isi rumen segar dari rumah potong hewan sevangan 5 karung untuk kapasitas digester 3,5-5,0 m3(Kamaruddin,dkk,1995).

3.METODE PENULISAN
3.1.Penentuan Gagasan
Tulisan ini mengangkat pemanfaatan gulma eceng gondok sebagai bahan baku biogas sebagai salah satu solusi sumber bahan bakar alternative.
3.2.Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penulisan karya ilmiah ini adalah data sekunder yang berasal dari studi literature yang ada seperti buku, artikel ilmiah, internet, dan tulisan lain yang terkait dengan topik pembahasan.
3.3.Metode Pengolahan Data dan Penarikan Kesimpulan
Pengolahan data dan Informasi yang diperoleh dilakukan dengan pendekatan kualitatif deskriptif. Proses penyelesaian masalah yang dilakukan dengan cara mengidentifikasi masalah,menganalisis sumber penyebab masalah, kemudian menemukan solusi penyelesaian masalah dengan studi komparatif terhadap data yang digunakan. Tahap akhir tulisan ini adalah penarikan kesimpulan dari pembahasan sehingga dapat menghasilkan saran-saran yang berkaitan dengan permasalah yang ada.
4.Analisis dan Sintesis
4.1.Mekanisme Pembentukan Biogas
Secara garis besar proses pembentukan gas bio dibagi dalam tiga tahap yaitu hidrolisis,pembentukan asam organik dan pembentukan gas metana. Menurut Parkers dan Robert (1985) adapun lintasan mekanisme reaksi tersebut yaitu:
1. Hidrolosis senyawa-senyawa organik terlarut
pada tahap ini, molekul organik yang komplek diuraikan menjadi bentuk sederhan, seperti karbohidrat(gula sederhana), asam amino dan asam lemak yaitu:
C,H,P,N (bahan Organik) C12H22O11(sukrosa) + R’COOH(asam lemak)
Sekelompok organism yang menghasilkan enzim selulotik,lupotilik dan proteolitik terdapat pada tahan ini yang bekerja untuk menguraikan substrat organik (bahan masukan). Enzim yang dihasilkan tersebut mempercepat hidrolosis polimer menjadi monomer larut yang merupakan substratbagi mikroorganisme tahap berikutnya.
Tahap pembentukan monomer ini merupakan tahap pengendalian waktu dalam penguraian limbah bahan organik. Hal ini disebabkan oleh kerja bakteri yang lambat dibandingkan tahap kerja bakteri tahap 2 dan tahap 3. Laju penguraian tergantung pada substrat sebagai bahan masukan dan konsentrasi bakteri yang dipengaruhi oleh factor lingkungan seperti pH dan temperature system.
2. Pembentukan Asam Organik
Pada tahap pembentukan asam organik bakteri menghasilkan asam organik yang dibentuk dari senyawa monomer. Asam-asam yang dihasilkan merupakan produk akhir dari metabolism bakteri, hasil yang terbanyak adalah asam asetat, asam propionate dan asam laktat. Pada pembentukan asam organik ini terjadi dua tahap yaitu:
a. Tahap Asidogenesis
Asidogenesis ini terjadi karena adanya bakteri pembentuk asam yang disebut bakteri asetogenik. Bakteri ini memecah struktur organik komplek menjadi asam volatile (struktur kecil), protein menjadi asam amino, karbohidrat dipecah menjadi gula dengan struktur sederhana, dan lemak dipecah menjadi asam yang berantai panjang. Bakteri asetogenik juga dapat melepaskan gas hydrogen, H2S dan CO2.
C12H22O11(sukrosa) C6H12O6 (glukosa)+H2S +CO2 
b. Tahap Asetagenesis
Pada tahap ini dilakukan penguraian produk asidogenesisi menghasilkan hydrogen. CO2 dan CH3COO-(asetat)
C6H12O6 (glukosa) CH3COO- (Asetat)+CO2+H2S+H2
3. Pembentukan methan
Ini merupakan tahapan terakhir dan sekaligus yang paling menentukan, yakni dilakukan penguraian dan sintesis produk tahap sebelumnya untuk menghasilkan gas metana(CH4). Hasil lain dari proses ini berupa karbondioksida, air, dan sejumlah kecil senyawa gas lainnya. Bakteri pembentukan metan (bakteri metonogenik) menggunakan asam yang terbentuk dari proses asidogenesis. Selain itu terdapat bakteri yang dapat membentuk gas metan dari gas hydrogen dan CO2 yang dihasilkan dari proses kedua.
CH3COO- CH4 +CO2 + H2 +H2S
Keseluruhan reaksi dipicu oleh kehadiran bakteri yang ada pada bahan organik.
4.2.Perbandingan Efisiensi Biogas eceng gondok dengan jerami padi dan serbuk kayu
Rasio C/N adalah perbandingan kadar karbon(C)dan kadar Nitrogen(N)dalam suatu bahan. Semua makhluk hidup terbuat dari sejumlah besar bahan karbon(C) dan Nitrogen(N) dalam jumlah kecil. Untuk menjamin semuanya berjalan lancar. Unsur-unsur nutrisi yang dibutuhkan mikroba harus tersedia secara seimbang. Dalam pertumbuhan mikroba yang optimum biasanya dibutuhkan perbandingan unsur C:N:P sebear 100:2,5:0,5 (Yuwono).
Imbangan karbon dan nitrogen yang terkandung dalam bahan organik sangat menentukan kehidupan dan aktivitas mikroorganisme perombak adalah 25-30. Kotoran (Feses dan Urine) sapi perah mempunyai kandungan C/N sebesar 18. Karena itu perlu ditambah dengan limbah pertanian lain yang memiliki C/N yang tinggi (lebih dari 30)(Simamora,dkk,2006)
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh indri vesalina harapap (2007) mendapatkan bahwa perlakuan campuran kotoran sapi dengan beberapa jenis limbah pertanian (eceng gondok, jerami padi, dan serbuk gergaji) memberikan pengaruh terhadap tekanan gas(psi) yang dihasilkan, hari mulai menghasilkan gas(hari), warna nyala api, lama nyala api(detik) dan ratio C/N akhir. Dapat dilihat dari tabel berikut.
tabel. Hasil uji beda campuran kotoran sapi dengan beberapa limbah pertanian(eceng gondok, jerami padi dan serbuk gergaji) terhadap biogas yang dihasilkan
perlakuan Parameter
tekanan (psi) mulai hasilkan gas(hari) warna nyala api lama nyala api (detik) ratio C/N akhir
A 0,0365 8 Biru 518 6,56
B 0,0628 9 biru kemerahan 344 10,54
C 0,0346 18 biru kemerahan 253 15,89
keterangan: 
A:Campuran kotoran sapi dan eceng gondok
B:Campuran kotoran sapid an jerami padi
C:Campuran kotoran sapid an serbuk gergaji kayu
Dari tabel tersebut dapat kita lihat bahwa pada tekanan yang tertinggi diperoleh pada perlakuan B yaitu sebesar0,06281 psi dan yang terendah pada perlakuan C yaitu sebesar 0,0346 psi. hari mulai menghasilkan gas tercepat diperoleh pada perlakuan A yaitu 8 hari dan terlama pada perlakuan C yaitu selama 18 hari. Warna api biru dihasilkan oleh perlakuan A dan warna api biru kemerahan dihasilkan oleh perlakuan B dan C. lama nyala api tertinggi diperoleh pada perlakuan A yaitu sebesar 518 detik dan terendah pada perlakuan C yaitu sebesar 253 detik. Ratio C/N akhir tertinggi diperoleh pada perlakuan C yaitu sebesar 15,89 dan terendah pada perlakuan A yaitu sebesar 6,65.
5.Kesimpulan dan Saran:
Indonesia merupakan salah satu Negara yang memiliki luas perairan terbesar didunia. Akan tetapi sebagian besar dari luas perairan ini yang meliputi danau, sungai, dan sebagainya telah banyak tercemari oleh gulma eceng gondok. Hal ini diperparah dengan sifat eceng gondok yang memiliki kecepatan pertumbuhan yang sangat cepat dan juga merusak ekosistem perairan. Sehingga diperlukan suatu penanganan khusus salah satu nya yaitu dijadikan sebagai bahan baku dalam pembuatan biogas. meskipun berdasarkan literature biogas berbahan baku kombinasi antara kotoran hewan dan eceng gondok berada dibawah kombinasi kotoran hewan dan jerami padi serta kombinasi kotoran hewan dan serbuk gergaji dalam hal menghasilkan gas metan. Akan tetapi, pemanfaatan biogas berbahan baku eceng gondok memiliki jumlah yang lebih besar dari pada serbuk gergaji dan jerami padi. Serta, kadar air sebesar 90 % yang dikandung eceng gondok membuat penggunaan air pada mekanisme pembuatan biogas dapat diminimalisir. Akhirnya, seperti yang kita ketahui bahwa kebutuhan energy dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Akan tetapi di lain sisi jumlah bahan bakar fosil semakin menispis. Sehingga kita dipacu untuk menghasilkan suatu sumber-sumber energy terbaru terutama yang dapat diperharui dan ramah lingkungan. Semakin banyak pilihan bahan baku yang dalam menghasilkan biogas semakin baik. Ditambah lagi jika memanfaatkan bahan baku yang dapat merusak ekosistem seperti eceng gondok. Sehingga selain mendapatkan sumber energy sekaligus melakukan penyelamatan ekosistem perairan.

6.Daftar pustaka:
Hadi,N.1980.gas bio sebagai bahan bakar.lemigas,cepu.
Harahap,F.M,1978.teknologi gas bio, pusat teknologi pembangunan ITB,bandung.
Hobson,P.N.S and Summer.1983.Methane Production From Agriculture and domestiv waster,Rowett Research Institute,Aberdeen,UK.
Ihwan,2003.alternatif ketika bbm menipis.http://www.waspada.co.id.
Inddri Veslina Harahap.2007.Uji Beda Komposisi Campuran Kotoran Sapi Dengan Beberapa Jenis Limbah Pertanian Terhadap Biogas yang Dihasilkan.Usu respiratory.
Kamaruddin,dkk.1995.Energi dan ListrikPertanian,Academic Development of The Graduate Program,IPB.Bogor.
Mahida,U.N.,1993.Pencemaran Air dan Pemanfaatan Limbah Industri.Terjemahan G.A Ticoalu,Raja Grafindo Persada.Jakarta.
National Academy of Sciences,1976. Making aquatic wedds useful.: some propective developing countries, Washington DC.
Parker Colin and T.Roberts,1985.Energy From Waste,And Evaluation of Conversion Technologies,Environmental Resources Limited.London.
Sabdo,A.,2006. Agricultural Waste Handling Technology,2006. Center For Research On Engineering Application in Tropical,LPPM-IPB.Bogor.
Sembiring.,2004.Pengaruh Berat Tinja Ternak dan Waktu Terhadap Hasil Biogas.Laporan Penelitian.Jakarta.
Sianturi,H.S.D.,1990. Seminar UMI Bidang Pertanian Ke-6.Medan.
Simamora,S.,Salundik,Sri.W.,Surajuddin,2006.Membuat Biogas.Agro Media Pustaka.Jakarta.
Suriawiria dan unuh. 2002.Menuai Biogas dari Limbah.http://www.pikiran-rakyat.com/squirrelmail.com.
Yuwono,D.,2005.Kompas.Penebar Swadaya.
Wolferto,B.C,M.C.Donal,J.Gordon,1975.Bioconversion of Water HyacinthIinto Metana Gas, national technology laboratories.st Louis, mississipi.
Wulandari,D.,2006.Biomassa Energi.Center For Research on Engineering Aplication in Tropical,LPPM-IPB.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Designed By